Klik tautan Lihat artikel asli di bawah untuk baca lanjutan beritanya.
HEADLINE: Suhu Panas Melanda Sebagian Wilayah Indonesia, Fenomena dan Dampaknya?

ONEINDONESIASATU.COM, Jakarta - Ahmad Rozi mengibas-ibaskan kaos ke arah punggungnya. Dia berharap ada sedikit angin yang bisa mengusir hawa panas yang menyelimuti badan. Namun semilir angin itu tak kunjung ada. Kalah kuat dengan sengatan sinar matahari yang memantul menyilaukan mata.
Cuaca di Pekalongan Utara, Jawa Tengah, Senin siang 9 Mei lalu itu pun kian terik. Ia yang mudik ke Kota Batik tersebut, harus berkali-kali berganti pakaian yang dikenakannya.
"Udah ganti kaos tiga kali ini. Baru ganti, kaos basah kena keringat. Jadi lepek. Panasnya minta ampun," kata dia kepada liputan6.com, Kamis (12/5/2022).
Suhu panas terik belakangan ini memang dirasakan sebagian masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) mencatat ada sejumlah daerah yang tingkat suhu panasnya terbilang tinggi.
Baca Juga
Bukan Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG soal Cuaca Terik di Indonesia BMKG Ungkap Penyebab Suhu di Indonesia Panas Akhir-Akhir Ini"Hingga data terakhir Rabu 11 Mei 2022, suhu tertinggi berada pada 36 derajat celcius. Itu terjadi di beberapa wilayah, ada di Banten, Kalimarau-Kalimantan Utara. Juga terjadi di NTT. Wilayah lain masih di bawah 36 derajat," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto kepada liputan6.com, Kamis (12/5/2022).
Dia menuturkan, Indonesia pernah merasakan suhu panas tertinggi pada empat tahun lalu. Pada Mei 2018, wilayah Temindung Samarinda kala itu merasakan cuaca panas sekitar 38.8 °C.
"Pada bulan April 2019, sekitar 38.8°C di Palembang. Yang terpanas terjadi 5 September 2012 tapi di Larantuka. Kalau itu masih panas terik," ujar dia.
Dilihat dari sisi meteorologi, fenomena ini menjadi hal biasa dan wajar. Karena itu merupakan variabilitas harian dari suhu. Selain itu, Guswanto menambahkan, ada faktor lain yang memicu terjadinya cuaca panas.
Pertama, ia menjelaskan, posisi semu matahari saat ini sudah berada di wilayah utara ekuator yang mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau.
"Kemudian, dominasi cuaca yang cerah dan tingkat perawanan yang rendah. Sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan sinar matahari di permukaan bumi. Imbasnya menyebabkan kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi cukup terik pada siang hari," terangnya.
Guswanto menerangkan, cuaca panas ini rutin terjadi saban tahun setiap adanya peralihan musim. Baik itu dari musim hujan ke kemarau ataupun sebaliknya. Namun demikian, tingkat suhu panasnya bersifat fluktuatif.
"Bisa bertambah bisa turun tergantung lokasinya, kalau misalkan ternyata lokasinya tahun ini yang kemarin suhu panas, sekarang banyak pepohonan, ya pasti turun. Tergantung kondisi lingkungannya," jelas dia.
Guswanto menampik cuaca saat ini sebagai gelombang panas atau Heatwave. Sebab dari indikator yang ada, tidak masuk dalam kriteria yang ditetapkan World Meteorological Organization (WMO).
"Kalau yang disebut heatwave atau gelombang panas, terminologinya kan yang pertama fenomena suhu panas di permukaan bumi yang terjadi hingga lima derajat atau lebih dari normalnya. Kalau normalnya sekitar 36 berati kan 41 derajat. Dan itu harus lima harus berturut-turut atau lebih. Nah saat ini belum pernah terjadi 41-42 berturut-turut di Indonesia," beber dia.
Selain itu, fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah. Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas/terik dalam skala variabilitas harian.
Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi hingga akhir Mei 2022. Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk tetap mengupdate informasi tentang perkembangan cuaca dari BMKG melalui kanal-kanal resmi.
"Yang kedua hindari dulu aktivitas siang hari di luar ruangan dalam jangka waktu yang lama, terutama kalau stamina tidak fit, akan terjadi dehidrasi," ujar dia.
Dan bila terpaksa harus beraktivitas di luar ruang, masyarakat hendaknya dapat mengenakan alat pelindung. Agar sengatan matahari tidak mengena tubuh secara langsung.
"Bisa gunakan sunblock, payung, atau jaket," katanya.
Sementara itu, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin mengungkapkan, cuaca panas yang terjadi saat ini merupakan fenomena yang wajar. Hal ini terjadi pada saat musim pancaroba.
"Cuaca panas pada masa pancaroba itu wajar dan normal. Setiap tahun setiap pancaroba khususnya bulan April-Mei pergantian musim hujan ke kemarau," ujar dia kepada liputan6.com, Kamis (12/5/2022).
Dan nanti September hingga Oktober, cuaca panas juga akan terjadi. Pada kurun waktu itu, akan ada pergantian dari kemarau ke musim hujan.
"Itu selalu cuacanya lebih panas dibandingkan dengan rata-rata. Jadi itu normal," dia menegaskan.
Sumber: liputan6.com
Note:
Apabila terdapat kesalahan informasi dalam berita ini, silahkan kirim koreksi/laporan Anda ke alamat email kami di oneindonesiasatudotcom@gmail.com.