4 Hakim MK Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

  • Bagikan
X

Empat Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK mengajukan dissenting opinion atau pendapat berbeda mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

“Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, kami berpendapat petitum pemohoan yang memohon kepada Mahkamah untuk memaknai norma Pasal 34 UU 30/2022 menjadi pimpinan KPK memegang jabatan selama 5 tahun adalah tidak beralasan menurut hukum,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan putusan MK, Kamis, 25 Mei 2023.

Enny mengatakan latar belakang pembentukan KPK serta desain lembaganya, pengaturan kelembagaan KPK merupakan wewenang pembuat Undang-Undang. Pembuat UU, kata dia, berwenang menerjemahkan kebutuhan masyarakat dan memotret dinamika permasalahan yang ada sehingga dapat menilai relevansi kelembagaan KPK sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi dan independent dari KPK.

Selain itu, keempat hakim menilai argumentasi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mengajukan perpanjangan masa jabatan itu sama sekali tidak menyinggung mengenai kaitan masa jabatan pimpinan di dalam konteks kelembagaan KPK. Ghufron mendalilkan bahwa masa jabatan pimpinan yang lebih singkat dibandingkan lembaga lain berdampak pada munculnya anggapan kedudukan KPK lebih rendah dari lembaga lainnya. Para hakim menilai argumentasi itu hanya asumsi belaka dan tidak ditopang oleh bukti yang cukup dan meyakinkan. 

Enny mengatakan para hakim juga menilai bahwa karakteristik independensi lembaga KPK tetap dijamin dan tidak ada kaitannya dengan masa jabatan pimpinan. Terlebih, kata dia, masa jabatan sejumlah komisi atau lembaga lainnya memang tidak seragam. Dia mencontohkan Anggota Komisi Informasi yang memiliki masa jabatan 4 tahun, lalu anggota KPPU yang lima tahun dan masa jabatan anggota KPI Pusat dan Daerah yang 3 tahun.

“Menimbang bahwa ketidakseragaman mengenai masa jabatan komisi negara di Indonesia tidak dapat ditafsirkan telah menimbulkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan diskriminatif, serta timbulnya keraguan masyarakat atas posisi dan independensi KPK dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, sebagaimana didalilkan oleh pemohon,” kata dia.

Sumber: nasional.tempo.co

Artikel Asli

Note:

Apabila terdapat kesalahan informasi dalam berita ini, silahkan kirim koreksi/laporan Anda ke alamat email kami di [email protected].
  • Bagikan